MAIYAHAN PUNCAK PENANGGUNGAN
Reportase Majelis Maiyah Sulthon Penanggungan 28 Juli 2018 Rasa
pegal di kaki rasanya belum hilang saat reportase ini ditulis. Begitu juga
dengan para peserta Sambang Penanggungan lainnya yang harus beraktivitas seperti
biasa meski rasa lelah setelah mendaki belumlah hilang. Ada yang harus pergi ke pasar dini hari untuk memenuhi
kebutuhan warungnya, maupun yang bekerja sebagai karyawan perusahaan harus
kembali berkonsentrasi pada tugasnya. Bahkan Cak Wirahadi peserta dari Kedawung
Pasuruan yang berjarak 45 km dari Markas SP, harus turun lebih awal jam 10:00
WIB karena pukul empat sore harus menjalani rutinitas kerja di perusahaannya.
Tak terbayangkan bagaimana lelahnya turun gunung dan langsung bekerja sampai
malam hari. Namun, semua konsekuensi itu pastinya telah disadari
masing masing peserta. Sebab, seperti itulah realita kehidupan, di mana kita
harus selalu berjuang dalam setiap keadaan, memanajemeni setiap tekanan,
kebutuhan, keperluan, keputusan, dan kenyataan dengan terus menyandarkan diri
kepada Yang Maha Baik. Seperti perbuatan (amal) lainnya semacam bekerja,
bepergian, berkumpul, semuanya dapat bernilai ibadah, yang mana pahalanya
ditentukan oleh niat danoutput kebaikan yang diperoleh dari kegiatan
tersebut. Begitu juga kegiatan mendaki gunung pun dapat diharapkan menjadi
sarana (wasilah)
yang tujuan (ghoyah)-nya
adalah lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta Semesta.Harus ada peningkatan kebaikan pasca pendakian,
sebagaimana sholat yangoutput utamanya selalu berkomunikasi dengan
Allah di setiap keadaan, hingga tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Atau
puasa yang target utamanya menjadikan kita mampu menahan diri dari segala yang
menjauhkan dari Allah.Jika
boleh diibaratkan, mendaki gunung itu seperti ibadah haji yang membutuhkan
kesiapan mental dan fisik, yang harus ditata sejak perencanaan, agar di waktu
pelaksanaannya berjalan baik dan benar.Dalam kurun waktu sebulan, para Pegiat Sulthon
Penanggungan membuat perencanaan dan menyiapkan segala kebutuhan. Mengatur
semua yang berkaitan dengan kegiatan Sambang Penanggungan, mulai dari pendataan
peserta, perlengkapan, manajemen sampah dan sebagainya.Sabtu, 28 Juli 2018. Pukul 14.15 para peserta berkumpul
di Markas SP. Para Pegiat memeriksa kembali perlengkapan sambil menunggu semua
peserta berkumpul untuk didata. Saat panggilan Ashar berkumandang, para peserta
bergegas menuju Masjid At-Taufiq yang hanya berjarak 50 meter dari tempat
berkumpul untuk sholat berjamaah.Setelah selesai sholat ashar, para peserta didata dan
dibagi menjadi tiga grup untuk memudahkan koordinasi. Dilanjutkan doa bersama,
kemudian berangkat menuju Pos 1 di Tamiajeng sebagai start awal
pendakian. Sampai di lokasi, setelah urusan administrasi selesai tim SAR
telah siap untuk memberikan briefing tentang pendakian. Bakda sholat
Maghrib, sekitar pukul 18:30 perjalanan mendaki dimulai, ditemani seorang
personel tim SAR Penanggungan.Dengan berbagai dinamikanya, rata-rata peserta tiba di
Puncak Bayangan sekitar jam 21:30 setelah melewati Pos 2, 3, dan 4. Ini
termasuk cepat untuk ukuran pemula. Bahkan terdapat peserta yang berusia kepala
lima ikut finishterdepan karena di
beberapa pos itu hanya berhenti sebentar untuk atur ritme nafas.Pelajaran
pertama didapat saat salah satu peserta harus ditinggal di Pos 2 karena engkel
bermasalah. Di sini kemampuan berkoordinasi mulai diuji. Namun sebagai Orang
Maiyah yang selalu diajarkan untuk presisi dalam segala hal, semua dapat
terlewati dengan baik. Sebab, keputusan untuk meninggalkan adalah atas kesediaan
ditinggalkan yang keluar dari pemahaman akan kapasitas diri.Dan yang meninggalkan pun atas keyakinan bahwa yang
ditinggalkan adalah seorang yang mampu mengatasi dirinya dengan baik. Tak ayal,
setelah merasa lebih fit, beliau kembali ke Pos 1 untuk pijat. Kemudian dengan
semangat kebersamaan yang kuat, beliau membuat kejutan ketika jam 4:10 WIB
memberi kabar bahwa dirinya telah sampai di Puncak Bayangan di saat tim sedang
perjalanan ke Puncak Penanggungan. Dari sini didapatkan pelajaran tentang memahami
kemampuan diri dan semangat juang yang tak pernah padam. Dari 25 peserta, semua tiba dengan selamat di Puncak
Bayangan. Banyak pelajaran yang didapat selama dalam perjalanan. Seperti
kerelaan untuk membawa dua beban meringankan orang lain yang tak kuat, atau
rela sampai belakangan karena menunggu rekan yang beristirahat lama karena
kelelahan.Tercatat tim pertama yang datang jam 21:00, 21:30, 22:00,
dan 01:00. Kemudian memutuskan mendirikan tenda di Puncak Bayangan atas
pertimbangan kondisi mayoritas peserta.Setelah
beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga, dengan melihat kondisi fisik,
maka hanya 15 peserta yang memutuskan melanjutkan perjalanan ke Puncak
Penanggungan. Sisanya menunggu di tenda sekaligus menjaga logistik.Pendakian dari Puncak Bayangan dimulai pukul 03.30 WIB
dengan harapan saat waktu subuh telah sampai di Puncak Penanggungan. Namun
sekali lagi rencana harus berubah menyesuaikan kondisi fisik. Beberapa peserta
ada yang harus sholat subuh di tengah perjalanan.Bahkan ada seorang peserta perempuan yang mengalami AMS
atau mual. Ia merasa tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan dan bersedia
ditinggal sendiri. Berbeda dengan yang ditinggal di Pos 2 yang memang sudah tak
diragukan lagi kedaulatannya. Dua orang memutuskan untuk mendampingi. Dialog
pun terjadi, dan mampu memberikan motivasi untuk berjuang menuju puncak. Dengan
motivasi mengejar waktu subuh, perjalanan dilanjutkan dengan saling mengulurkan
tangan dan sampai di puncak tanpa terlewat waktu subuh.Sesampainya di puncak, kopyah Maiyah yang dipakai para
peserta dengan sangat mudah dikenali orang orang yang mengerti Maiyah. Tiga
orang menghampiri dan menyalami. Ternyata dulur-dulur anggota dari Damar
Kedhaton simpul Maiyah Gresik. Menjadi ciri khas Maiyah, keakraban dan
kemesraan sangat terasa meski belum pernah bertemu sebelumnya.Betapa
perjalanan dan kegiatan Maiyah yang begitu berkesan. Sebanyak 25 orang dengan
keistimewaannya masing-masing, dan beberapa orang yang bermaiyahan di puncak,
diiringi tasbih alam semesta.Tercatat usia peserta termuda adalah 14 tahun, dan yang
tertua berusia 51 tahun. Mereka bahkan berhasil mencapai Puncak Penanggungan.
Dari remaja Alif dan Cak Rohman, kita belajar tentang kekompakan antara ayah
dan anak. Cak Rudi yang secara usia lebih dari setengah abad mengajarkan
tentang kuatnya semangat juang untuk tidak mudah menyerah.Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kita pun
belajar tentang kemampuan manajemen dan koordinasi, mengenal diri, semangat
kebersamaan, kerelaan berkorban, perlindungan, motivasi, sinergi, dan semangat
juang.“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami
letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala
macam tanaman yang indah dipandang mata. Untuk menjadi pelajaran dan peringatan
bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).” (QS. Al-Qaf:
7-8)Puji bagi Allah yang menganugerahi manusia hati yang kuat
melebihi gunung untuk menerima Qur`an, yang menjadi pedoman sebagai Khalifah di
bumi.Sumber
:https://www.caknun.com/2018/maiyahan-puncak-penanggungan/
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan di komentari yang sopan dan santun, komentar langsung muncul disini, pilih anonymous atau lainnya, oke