News Update!

Minggu, 05 Agustus 2018

MAIYAHAN PUNCAK PENANGGUNGAN






Reportase Majelis Maiyah Sulthon Penanggungan 28 Juli 2018 Rasa pegal di kaki rasanya belum hilang saat reportase ini ditulis. Begitu juga dengan para peserta Sambang Penanggungan lainnya yang harus beraktivitas seperti biasa meski rasa lelah setelah mendaki belumlah hilang. Ada yang harus pergi ke pasar dini hari untuk memenuhi kebutuhan warungnya, maupun yang bekerja sebagai karyawan perusahaan harus kembali berkonsentrasi pada tugasnya. Bahkan Cak Wirahadi peserta dari Kedawung Pasuruan yang berjarak 45 km dari Markas SP, harus turun lebih awal jam 10:00 WIB karena pukul empat sore harus menjalani rutinitas kerja di perusahaannya. Tak terbayangkan bagaimana lelahnya turun gunung dan langsung bekerja sampai malam hari. Namun, semua konsekuensi itu pastinya telah disadari masing masing peserta. Sebab, seperti itulah realita kehidupan, di mana kita harus selalu berjuang dalam setiap keadaan, memanajemeni setiap tekanan, kebutuhan, keperluan, keputusan, dan kenyataan dengan terus menyandarkan diri kepada Yang Maha Baik. Seperti perbuatan (amal) lainnya semacam bekerja, bepergian, berkumpul, semuanya dapat bernilai ibadah, yang mana pahalanya ditentukan oleh niat danoutput kebaikan yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Begitu juga kegiatan mendaki gunung pun dapat diharapkan menjadi sarana (wasilah) yang tujuan (ghoyah)-nya adalah lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta Semesta.Harus ada peningkatan kebaikan pasca pendakian, sebagaimana sholat yangoutput utamanya selalu berkomunikasi dengan Allah di setiap keadaan, hingga tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Atau puasa yang target utamanya menjadikan kita mampu menahan diri dari segala yang menjauhkan dari Allah.Jika boleh diibaratkan, mendaki gunung itu seperti ibadah haji yang membutuhkan kesiapan mental dan fisik, yang harus ditata sejak perencanaan, agar di waktu pelaksanaannya berjalan baik dan benar.Dalam kurun waktu sebulan, para Pegiat Sulthon Penanggungan membuat perencanaan dan menyiapkan segala kebutuhan. Mengatur semua yang berkaitan dengan kegiatan Sambang Penanggungan, mulai dari pendataan peserta, perlengkapan, manajemen sampah dan sebagainya.Sabtu, 28 Juli 2018. Pukul 14.15 para peserta berkumpul di Markas SP. Para Pegiat memeriksa kembali perlengkapan sambil menunggu semua peserta berkumpul untuk didata. Saat panggilan Ashar berkumandang, para peserta bergegas menuju Masjid At-Taufiq yang hanya berjarak 50 meter dari tempat berkumpul untuk sholat berjamaah.Setelah selesai sholat ashar, para peserta didata dan dibagi menjadi tiga grup untuk memudahkan koordinasi. Dilanjutkan doa bersama, kemudian berangkat menuju Pos 1 di Tamiajeng sebagai start awal pendakian. Sampai di lokasi, setelah urusan administrasi selesai tim SAR telah siap untuk memberikan briefing tentang pendakian. Bakda sholat Maghrib, sekitar pukul 18:30 perjalanan mendaki dimulai, ditemani seorang personel tim SAR Penanggungan.Dengan berbagai dinamikanya, rata-rata peserta tiba di Puncak Bayangan sekitar jam 21:30 setelah melewati Pos 2, 3, dan 4. Ini termasuk cepat untuk ukuran pemula. Bahkan terdapat peserta yang berusia kepala lima ikut finishterdepan karena di beberapa pos itu hanya berhenti sebentar untuk atur ritme nafas.Pelajaran pertama didapat saat salah satu peserta harus ditinggal di Pos 2 karena engkel bermasalah. Di sini kemampuan berkoordinasi mulai diuji. Namun sebagai Orang Maiyah yang selalu diajarkan untuk presisi dalam segala hal, semua dapat terlewati dengan baik. Sebab, keputusan untuk meninggalkan adalah atas kesediaan ditinggalkan yang keluar dari pemahaman akan kapasitas diri.Dan yang meninggalkan pun atas keyakinan bahwa yang ditinggalkan adalah seorang yang mampu mengatasi dirinya dengan baik. Tak ayal, setelah merasa lebih fit, beliau kembali ke Pos 1 untuk pijat. Kemudian dengan semangat kebersamaan yang kuat, beliau membuat kejutan ketika jam 4:10 WIB memberi kabar bahwa dirinya telah sampai di Puncak Bayangan di saat tim sedang perjalanan ke Puncak Penanggungan. Dari sini didapatkan pelajaran tentang memahami kemampuan diri dan semangat juang yang tak pernah padam. Dari 25 peserta, semua tiba dengan selamat di Puncak Bayangan. Banyak pelajaran yang didapat selama dalam perjalanan. Seperti kerelaan untuk membawa dua beban meringankan orang lain yang tak kuat, atau rela sampai belakangan karena menunggu rekan yang beristirahat lama karena kelelahan.Tercatat tim pertama yang datang jam 21:00, 21:30, 22:00, dan 01:00. Kemudian memutuskan mendirikan tenda di Puncak Bayangan atas pertimbangan kondisi mayoritas peserta.Setelah beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga, dengan melihat kondisi fisik, maka hanya 15 peserta yang memutuskan melanjutkan perjalanan ke Puncak Penanggungan. Sisanya menunggu di tenda sekaligus menjaga logistik.Pendakian dari Puncak Bayangan dimulai pukul 03.30 WIB dengan harapan saat waktu subuh telah sampai di Puncak Penanggungan. Namun sekali lagi rencana harus berubah menyesuaikan kondisi fisik. Beberapa peserta ada yang harus sholat subuh di tengah perjalanan.Bahkan ada seorang peserta perempuan yang mengalami AMS atau mual. Ia merasa tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan dan bersedia ditinggal sendiri. Berbeda dengan yang ditinggal di Pos 2 yang memang sudah tak diragukan lagi kedaulatannya. Dua orang memutuskan untuk mendampingi. Dialog pun terjadi, dan mampu memberikan motivasi untuk berjuang menuju puncak. Dengan motivasi mengejar waktu subuh, perjalanan dilanjutkan dengan saling mengulurkan tangan dan sampai di puncak tanpa terlewat waktu subuh.Sesampainya di puncak, kopyah Maiyah yang dipakai para peserta dengan sangat mudah dikenali orang orang yang mengerti Maiyah. Tiga orang menghampiri dan menyalami. Ternyata dulur-dulur anggota dari Damar Kedhaton simpul Maiyah Gresik. Menjadi ciri khas Maiyah, keakraban dan kemesraan sangat terasa meski belum pernah bertemu sebelumnya.Betapa perjalanan dan kegiatan Maiyah yang begitu berkesan. Sebanyak 25 orang dengan keistimewaannya masing-masing, dan beberapa orang yang bermaiyahan di puncak, diiringi tasbih alam semesta.Tercatat usia peserta termuda adalah 14 tahun, dan yang tertua berusia 51 tahun. Mereka bahkan berhasil mencapai Puncak Penanggungan. Dari remaja Alif dan Cak Rohman, kita belajar tentang kekompakan antara ayah dan anak. Cak Rudi yang secara usia lebih dari setengah abad mengajarkan tentang kuatnya semangat juang untuk tidak mudah menyerah.Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kita pun belajar tentang kemampuan manajemen dan koordinasi, mengenal diri, semangat kebersamaan, kerelaan berkorban, perlindungan, motivasi, sinergi, dan semangat juang.Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).” (QS. Al-Qaf: 7-8)Puji bagi Allah yang menganugerahi manusia hati yang kuat melebihi gunung untuk menerima Qur`an, yang menjadi pedoman sebagai Khalifah di bumi.Sumber :https://www.caknun.com/2018/maiyahan-puncak-penanggungan/

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan di komentari yang sopan dan santun, komentar langsung muncul disini, pilih anonymous atau lainnya, oke