SINAU CANDI BELAHAN UNTUK MEMBANGUN MASA DEPAN
Begitu banyak negeri
kujalani, yang masyhur permai dikata orang… Tetapi kampung dan rumahku, di
sanalah ku merasa tentram…
Kalimat di atas
merupakan kutipan syair lagu Nasional yang berjudul Tanah Air. Kira kira
seperti itulah perasaan yang tergambar dari senyum Cak Jasmani, saat tiba di
markas Sulthon Penanggungan dan bersalaman dengan para Pegiat SP yang sore itu
menaikkan segala peralatan dan kebutuhan untuk acara rutin Maiyah yang kali ini
diselenggarakan di komplek candi Belahan.
Cak Jasmani adalah
warga Pasuruan yang bertahun-tahun berada di negeri ginseng, dan sempat
melingkar di simpul Maiyah Tong il Qoryah di Korea. Kecintaannya pada Maiyah
telah mengantarkan beliau menemukan simpul Maiyah Sulthon Penanggungan.
Melingkar dan Sinau Bareng bersama SP adalah salah satu dari beberapa motivasi
besar yang membuat ia semakin bersemangat untuk kembali menghirup udara negeri
merah putih ini. Terhitung tiga hari setelah kedatangannya dari Korea, kegiatan
bepergian perdananya adalah dengan mendatangi markas SP.
Seperti kebiasaan
orang Maiyah, suasana keakraban dan kemesraan langsung terasa, ia langsung
bersinergi bersama para Pegiat SP.
Sekitar pukul 16.30
WIB mobil pengangkut perlengkapan berangkat menuju candi Belahan, diiringi
beberapa Pegiat yang berangkat mengendarai motornya.
Sepanjang perjalanan
terlihat pemandangan alam sekitar Penanggungan yang terlihat eksotis di bawah
temaram senja. Memasuki kawasan Candi Belahan, terlihat beberapa Pegiat yang
berada di atas mobil berdoa, ‘uluk salam’ dan kirim Fatihah yang ditujukan
untuk semesta Belahan.
Setiba di area parkir
candi Belahan, rombongan disambut beberapa jamaah Belahan yang dipunggawai oleh
Cak Sama’i. Dengan kompak segala perlengkapan segera diturunkan dan ditata
sesuai rencana.
Setelah istirahat
sejenak untuk sholat Maghrib, kegiatan ‘mbeber kloso’ dilanjutkan dan selesai
tepat waktu meski mengalami sedikit kendala instalasi listrik. Maiyahan kali ini
terasa sangat spesial, pesertanya menggambarkan dengan jelas tentang sinergi
generasi muda dan generasi tua. Yaitu rombongan dari sebuah padepokan dari
Mojokerto yang diasuh Ki Wiro Abdur Rohman dengan ciri khas blangkon dan udheng
nya. Kemudian anak-anak muda Maiyah dengan ciri khas kopyah merah-putihnya.Dari para generasi tua
terpancar luasnya pengetahuan tentang nilainnilai luhur masa lampau, sesuai
semboyan “memayu hayuning bawana”.
Dari kopyah
merah-putih yang dipakai oleh jamaah Maiyah, mengingatkan benak pada sebuah
hadits yang berbunyi, “Dari Tsauban,
Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah melipat bumi untukku hingga saya
dapat melihat timur serta baratnya. Sebenarnya kekuasaan ummatku bakal meraih
apa yang sudah dinampakkan untukku. Aku diberi dua perbendaharaan besar yaitu
warna merah dan putih. Aku bermohon kepada Tuhanku untuk ummatku supaya Dia tak
membinasakan mereka dengan kekeringan menyeluruh dan supaya Dia tidak
memberikan kuasa kepada musuh terkecuali diri mereka sendiri yang menyerang
sesama mereka.” (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut
dapat menjadi gambaran bahwa mereka generasi Maiyah adalah generasi yang terus
menebar salam, dengan perpaduan antara keberanian dan kesucian (as syaja’ah wa nadhafah) yang tak pernah
kekeringan akan cinta kepada Allah, Rasulullah, dan sesama makhluk.Pukul 20.00 WIB, acara
dimulai dengan lantunan ayat suci Al Qur’an dilanjutkan dengan pembacaan
sholawat Nabi yang terasa begitu hikmat seolah telah berpadu dengan kesakralan
situs patirtan Sumber Tetek.
Setelah membuka acara,
Cak Hasan selaku moderator kemudian mempersilahkan para sesepuh untuk
memperkenalkan diri dan memberi sambutan.
Suasana cair terasa
saat Cak Sama’i membawakan puisi tentang Mpu Bharadah dan Airlangga, yang berisi
pesan pesan indah yang terangkai dari huruf-huruf awal nama kedua tokoh
tersebut. Kemesraan berlanjut saat suara merdu mbak Lia melantunkan lagu “Deen
assalam” disambung dengan lagu Kebyar-Kebyar yang spontan langsung diikuti koor
audiens. Suasana makin menghangat saat semua yang hadir berdiri dan menyanyikan
lagu Indonesia Raya. Cukup banyak ilmu yang
didapat dari tema “Semesta Belahan” kemarin. Mulai dari sejarah Prabu
Airlangga, kejayaan Nusantara di masa lalu, hingga konsep kepemimpinan para
leluhur zaman dahulu.
Makna relief, dan simbolisasi dari arca-arca yang
berada di area candi juga dijelaskan dari berbagai sudut. Mulai dari sisi
spiritual yang menjelaskan tentang salah satu arca Dewi yang sekarang tidak
lagi memancarkan air karena terlalu sering dipakai untuk ritual yang bersifat
negatif. Kemudian dari sudut sains yang menyebutkan tentang penelitian
kandungan zat mineral dari air candi Belahan, yang kemudian melahirkan sebuah
spekulasi tentang kebijakan para leluhur untuk melindungi kandungan bumi agar
di hari depan tidak terjadi eksploitasi dengan membangun bangunan sakral di
atasnya.
Dari sisi teknologi
dijelaskan tentang sistem penempelan batu atau bata yang dipakai dalam
pembangunan candi dengan sistem ikatan antar pori-pori.
Dari penjelasan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan, spiritual, dan teknologi para leluhur Nusantara
sebenarnya begitu penting untuk digali sebagai bekal membangun negeri ini di
masa yang akan datang.
Para sesepuh sangat
mengapresiasi kegiatan Maiyah yang mengangkat tema Semesta Belahan malam
kemarin, senada dengan tanggapan dari Babinkamtibmas yang juga hadir bersama
petugas Babinsa.
Kehadiran rombongan
sedulur dari Simpul Maiyah Paseban Majapahit Mojokerto di tengah acara seolah
melengkapi ke-‘spesial’-an acara malam itu. Tepat tengah malam acara resmi
diakhiri setelah sebelumnya membaca doa khotmil Qur’an dan sholawat penutup
yang dipimpin cak Taufiq, dilanjutkan Doa oleh Gus Nur Wahid dari Sidoarjo.
Di antara sejuknya
udara candi Belahan yang menerbangkan partikel partikel air yang memancar dari
arca Dewi Laksmi lambang kemakmuran, terlihat wajah wajah bercahaya penuh
dengan semangat pensucian diri dan perjuangan menapaki kemuliaan.
Hiduplah tanahku,
hiduplah negeriku, Bangsaku, rakyatku, Semuanya… Bangunlah jiwanya, Bangunlah
badannya…
“Makanlah dari rezeki
yang dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepadaNya!’. Baldatun
thoyyibatun wa robbun ghofĂ»r”.
Fasubhanalladzi
biyadihi malakutu kulli syai-in wa ilaihi turja’un.
Sumber : https://www.caknun.com/2018/sinau-candi-belahan-untuk-membangun-masa-depan/
Sekitar pukul 16.30 WIB mobil pengangkut perlengkapan berangkat menuju candi Belahan, diiringi beberapa Pegiat yang berangkat mengendarai motornya.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan di komentari yang sopan dan santun, komentar langsung muncul disini, pilih anonymous atau lainnya, oke