Admin : Portal Sumbersuko
-----------------------------------
Foto Gambar Ilustrasi
Alhamdulillah
kegiatan Inovasi Desa (BID) tahun 2018 sudah berakhir sukses dan berjalan lancar
tanpa halangan yang tak berarti, ini artinya berakhir pula kegiatan kami di
tahun kemarin, kami dan seluruh jajaran TPID Kecamatan Gempol mengucapkan
ribuan terima kasih kepada pihak pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, terima
kasih kepada jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kab. Pasuruan Pak Munif, Pak
Hanis, Pak Tomi, bu Prapti, Mas Reza. Terima kasih banyak kepada jajaran muspika
kec Gempol, Pak Camat Ridwan, umik Titin, Mbak Yuniar, mas Wahyu, teman teman
Pendamping Desa, Mas Eko, Mas Humaidi, Mbak rofiana, Mas Wawan, Mas Fauzi dan
semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu,
Untuk
tahun 2019 ini semoga bertambah sukses dan maju, hal ini kami serahkan
sepenuhnya kepada pihak yang berwenang, jajaran Muspika kec. Gempol dan
Pendamping Desa. Meskipun semua anggota TPID adalah orang orang super sibuk,
pebisnis, pendidikan dll. Harapan kami untuk kedepannya tetap lebih baik dalam
menjalankan kegiatan Inovasi Desa.
Model
pembelajaran seperti memang asing bagi saya, sehingga mengetahui hal hal yang
belum pernah kami ketahui, komunikasi yang intens dengan para pendamping desa
merupakan prinsip keberhasilan bagi kami sehingga kegiatan Inovasi berjalan
lancar. Pemberian kelonggaran dalam mengelolah anggaran dana antara TPID dan
Pendamping Desa adalah kunci utama dalam program inovasi. Mungkin di kecamatan
lain banyak terjadi ketidak harmonisan antara TPID maupun stack holder yang
ada, ini karena faktor kurangnya menguasai medan manajement, sehingga
menimbulkan faktor kecemburuan sosial, yang terjadi dana habis sementara
kegiatan belum kelar. Saya kira ini pelajaran yang baik untuk periode
berikutnya. Kalau boleh saya usul, sebelum pengurus TPID terbentuk hendaknya
muspika dan pendamping desa benar benar berunding siapa yang cocok untuk
menjadi pengurus TPID, karena yang diperlukan hanya komunikasi intensif antara
TPID dan pendamping Desa program Inovasi ini bisa berjalan, jika Pendamping
Desa dan TPID tidak dalam satu kata, sudah dipastikan program akan berjalan
belepotan, Syukur alhamdulillah di kec. Gempol antara TPID dan Pendamping Desa
benar benar terjalin intensif sehingga semua tahapan berjalan dengan baik
meskipun ada beberapa hal yang perlu dibenahi.
Saya selaku bendahara mewakili
seluruh jajaran teman-teman TPID menyampaikan terima kasih sedalam dalamnya, untuk itu tidak lengkap rasanya jika tidak ada semacam
review, kilas balik cerita tetang kegiatan TPID selama tahun 2018 di Kecamatan Gempol, sengaja saya buat sedikit puistis agar
pembaca tidak merasa jenuh tapi itulah adanya sedikit romantis. Lebih santai
kalau dibaca sambil ngopi, berikut kisahnya.
------------------------------------------
Waktu
menunjukkan pukul 11 siang, beberapa pegawai Kecamatan berembuk untuk
menentukan siapa saja pengurus TPID Kecamatan Gempol yang akan mengurusi
kegiatan Inovasi Desa tahun 2018, tidak pernah terpintas dalam benak fikiran
saya jika saat itu dipilih jadi Bendahara TPID, peristiwa itu adalah waktu MAD
1 yang dilaksanakan pada 17 Oktober 2017.
Beberapa
waktu kemudian September 2018 dan hampir lupa di fikiran ini tentang program
TPID, pada saat itu pendamping desa
memerintahkan untuk membuka rekening, membuat proposal, dan lain lain. semua
anggota TPID Gempol adalah orang orang sibuk di bisnis masing-masing sehingga
tidak ada waktu sedikitpun untuk mengikuti kegiatan kecuali rapat dan itupun
hanya di ikuti beberapa orang.
Bulan
Oktober 2018 sampai januari 2019 merupakan waktu yang membutuhkan ektra
ketelitian dalam penggunaan dana anggaran, jika ada waktu 12 bulan, misalkan Januari
di transfer kemudian bulan desember 2018 harus sudah habis dan MAD 2, saya kira
ini akan lebih memberikan banyak waktu luang bagi teman teman TPID untuk
melakukan berbagai Inovasi, tapi uniknya dana puluhan juta harus kita kelolah
dan harus habis dalam waktu hampir kurang dari 2 bulan.
Semua Ini seperti
petualangan Everest The Summit Of the God Dalam filmnya, diceritakan bahwa
tahun 1996 ada sekelompok pendaki yang bertekad ingin naik ke puncak gunung
Everest. Rob Hall (Jason Clarke) bertugas sebagai pemandu perjalanan ke puncak
tertinggi gunung Everest lewat tour Adventure Consultans yang dibuat bersama
teman-temannya.
Namun di
tengah perjalanan, anggota yang dipimpin Rob justru mendapatkan tantangan besar
yakni berperang dengan badai salju paling sengit yang pernah dihadapi oleh
manusia. Mungkin ini cocok sebagai kiasan tantangan pengalaman kami.
Replikasi
atau uji tiru kegiatan Inovasi merupakan acara yang paling mengesankan. tim
sudah memesan bus untuk 30 orang peserta terdiri dari muspika kec. Gempol,
Pendamping Desa, TPID, perangkat desa Winong dan Perangkat desa Legok, seragam
TPID sudah dipesan 50 buah warnanya hitam pekat kesukaan teman-teman hitam melambangkan
ketegasan, mandiri, sepi ing pamrih rame ing gawe, pepatah kuno sangat cocok
buat teman2 TPID, seragam unik ini di bikin oleh mas Didik Kepulungan.
Terik sinar
matahari belum nampak hawanya masih dingin, dengan rambut terurai tukang kebun
itu menyapu halaman pendopo dari daun daun dan ranting kering pohon mangga yang
berjatuhan tadi malam, teman teman sebagian sudah berkumpul di kecamatan untuk
berangkat ke desa Pleret Pohjentrek. Menunggu teman yang belum datang disertai suara
mobil lalu lalang, mereka ngumpul satu sama lain di pojok sana membahas hal
yang benar benar penting untuk suksesnya acara inovasi.
“Mas ini nota busnya...” tutur mas
Fauzi yang menghampiriku sambil menyodorkan nota.
“kurang berapa”?.. tanyaku. “kurang
2 juta..” jawabnya. ”ok”.
Datang lagi
temen yang satunya
“Mas, ini banner harus di tempel di bus butuh
uang untuk beli lakban”.. ok
“Mas, ini supir bus butuh energi.. extrajoss”? ya .. seratus
cukup ya. jawabku
Sebelum sempat beranjak kaki dari kursi kecil
datang lagi teman saya yang satunya.
“Mas... acara ini kan sampai malam kasihan
pak satpam kecamatan jaga motor teman-teman.. dikasih aja biasanya berapa gitu?..
“iya iya tak kasih”
jawabku.
Anggaran-anggaran
ini tidak bisa diprediksi sebelumnya, saya harus menyediakan segalanya agar
acara sukses pada saatnya nanti, kami selalu koordinasi dengan teman-teman
pendamping desa, saya akui soal kegiatan ini pedamping desa lebih tahu dari
pada kami, saya terlalu loyal untuk soal uang, teman-teman senang jika saya
yang mengelolah anggaran itu, karena setiap meminta saya kasih, tapi saya tetap
koordinasi sama mas eko untuk setiap kebijakan pengeluaran anggaran, jadi
ibarat kapal berlayar saya nahkodanya dan mas eko jadi juru rute menunjuk arah
istilahnya pemegang kompas jika saya harus naik kepuncak everest yang mengantarkan
tujuan kemana hingga sampai keatas puncak, indah dipandang kompak gumuyuh akur
antar tim. Jadi tetap bahagia dan aman aman saja
Bus sudah
datang teman-teman TPID bergegas naik. Saya bingung mau duduk sama siapa kursi
semua pada full, lebih banyak orang orang yang tidak kukenal mereka adalah para
perangkat desa legok dan Winong begitu gembiranya mereka wajah ceria semuanya
ganteng ganteng cantik cantik, saya agak canggung mau menyapa mereka, saya paksakan
senyum senyum sedikit untuk mereka biar terkesan suasana cair, “Alhamdulillah”
di tengah sebelah kiri ada kursi masih kosong, di kursi depan ada mbak rofiana
di sebelah kiri ada umik titin, kurebahkan tubuhku di situ saya sendirian untuk
2 kursi, tas kecil kutaruh disampingku seberkas map berisi daftar hadir dan
transport teman2 sudah siap untuk diberikan pada saatnya sampai di lokasi. Bus mulai
jalan kening kepalaku kusandarkan ke dinding kaca bus sambil melihat lihat
indahnya jalanan di Gempol masuk bundaran nusa dua masuk tol yang beberapa
tahun kemarin di resmikan pak Jokowi, jalannya mulus berliku-liku pak jokowi
luar biasa bisa membangun ribuan jalan tol, gumamku dalam hati.
Sedikit terlelap
tidur untuk menenangkan fikiran, menempuh perjalanan jaraknya tidak sampai 50
kilo ke desa Pleret Pohjentrek. Dibawah pohon sengon yang rindang bus sudah
sampai dilokasi, kita selfi bersama sambil gebyarkan spanduk bertulisan “Studi Replikasi
Bank Sampah Rumah tangga di Kampoeng Limo Pleret”. Kami di sambut seluruh tim
dan jajaran Muspika dan TPID kec Pohjentrek, kami jalan sekitar 100 meter masuk
gang rumah warga lokasi bersih sejuk dan asri sedikit berkelok saya foto foto
lokasi, kami mulai masuk ruangan berukuran kurang lebih luasnya 9x8 meter,
kenalan dengan teman baru, bu endang bendahara TPID, bu peni Ketua TPID, bu anike Pendamping desa,
seragamnya sama warna hitam Cuma disitu kain baju lengan panjang ¾ kelihatan
stille nampak mempesona sekali dari wajah mereka, ternyata sebagian besar anggota
TPID Kec. Pohjentrek perempuan ini luar biasa, saya baru sadar ketika bu anike
cerita seperti itu mereka begitu kompak saling asah asih asuh.
Acara dimulai
saya duduk paling belakang pojok sendiri, bu Endang membuka acara, Pak Kades
Pleret memberi sambutan, bu Peni memberi materi tentang sistem dan tata cara
pembentukan bank sampah rumah tangga,
Bu Peni bercerita
panjang lebar, kami kelompok ibu ibu punya inisiatif untuk membersihkan sampah
di kampong lima Pleret sebuah gang kecil nan asri disitulah komunitas bank
sampah rumah angga terbentuk awalnya kami terdorong dengan adanya sampah yang
berserakan di jalanan diselokan sanitasi air, kumuh kotor kami ingin agar
kampung kami bersih indah terawat dan terhindar dari kuman penyakit, kami ingin
memanfaatkan ibu ibu kelompok arisan dan PKK untuk bisa punya pekerjaan sambilan,
setiap sampah kami pilah pilah bungkus sabun kami buat kreasi tas unik, bungkus
kopi sashet kami buat dompet ada yang warna ungu, hijau hitam sesuai dengan
kesamaan warna ada lem khusus untuk membuatnya, alhamdulillah sehingga berbagai
kalangan komunitas juga sering berkunjung kesini. Awalnya kami tidak ada dana
sama kali, kami patungan antar teman untuk membeli inventaris dan prasarananya,
kami tidak dibayar untuk memulai ini, dan tidak ada orang yang membayar, pak haji
tetangga sebelah yang membeli sampah kami merupakan satu satunya waktu itu mau
membeli sampah, biaya pemilahan dari beliau.
“Monggo mas kopinya, ini kacang, ini ketela
pohon”..
tawar bu anike pada saya, waktu itu bu anike duduknya persis disampingku
‘Iya terima kasih bu” jawabku
Sambil makan
dan mendengarkan bu Peni cerita. Saya jadi teringat di Desa saya sendiri
setahun yang lalu, teman-teman di desaku membentuk kelompok bank sampah bernama
Adiyuta, perjalananya cukup panjang sehingga saya dijadikan ketuanya waktu itu,
saya benar benar sibuk tidak punya banyak waktu, tapi apalah daya karena ini
urgent benar benar harus jalan, pihak PT. Gudang Garam siap memfasilitasi semuanya,
berkali kali kami berunding berdiskusi dengan pihak Gudang garam sudah sangat
luar biasa, mereka kurang apa coba, pihak Gudang garam memberi fasilitasi
semuanya, tembakau yang akan disortir juga ditawarkan ke kami untuk dikelolah, uang
tunai, 2 buah tas besar berisi alat alat inventaris kantor, waktu itu saya yang
menerima bantuannya dari pihak GG, denah dan desain kontruksi bangunan gudang
bank sampah pihak Gudang Garam sudah menyiapkan, jika sudah jalan berapapun
dana yang dibutuhkan akan dicairkan, Sumbersuko sudah sangat luar biasa besar
dana yang di siapkan, Cuma semangat dan kekompakan yang kurang, budaya remaja
di desa kami suka bekerja diperusahaan, saya benar benar tertegun bagaimana
bank sampah kampong lima kec. Pohjentrek ini bisa berjalan hanya bermodalkan
semangat tanpa uang, sedangkan di Desa saya sarana melimpah tapi secuilpun
belum bisa jalan. Dalam pada itu saya tidak fokus mendengarkan bu Peni
bercerita, fikiran saya berjalan sendiri ceramah sendiri dalam hati saya dengarkan dalam fikiranku sendiri melayang jauh keatas sana hingga tidak ingat lagi siapa orang orang yang berada di sekelilingku dalam ruangan itu. Orang orang saling bertanya kepada narasumber acara hampir lebih
dari 3 jam semua peserta senang dan asyik diskusi panjang lebar, sementara saya
hanya bisa merenungi atas kegagalan demi kegagalan bank sampah yang kami
perjuangkan waktu itu.
Bu anike
rupanya melihat raut mukaku ada yang berubah sedikit tegang mungkin, tapi saya
berusaha untuk selalu fress tetap semangat seperti tidak ada apa-apa, toh
seandainya saya menangis saya yakin bu anike tidak akan mengusap air mataku
karena memang hal itu tidak akan terjadi dan tidak pernah aku inginkan karena
aku adalah seorang laki laki.
“Semoga saja bank sampah di seluruh desa se
kecamatan Gempol segera terbentuk”, doaku dalam hati.
Acara sudah
selesai di tutup dengan doa teman teman sudah berhamburan keluar waktu mau
pulang saya berjalan dipanggil
“Mas Adim ...!!!” ada suara seorang
wanita itu memanggilku dari belakang. Lalu
aku toleh
“oh ya, ada apa?”.. jawabku
“Minta nomer hpnya”? pinta wanita
itu.. “saya bu Endang bendahara TPID
Pohjentrek” jawabnya dengan senyum manis.
Kami akhirnya
bertukar nomor hp untuk saling koordinasi pembuatan SPJ pada saatnya nanti
Pukul 13.00
Wib kami beranjak dari lokasi, waktu masih panjang kita sewa bus 1 x 24 jam,
sayang jika waktu terbuang Cuma Cuma, ada inisiatif muncul dari teman2 untuk
refreshing, akhirnya diputuskan untuk tour ke BJBR Probolinggo, lokasinya
lumayan dekat hanya beberapa kulo, lumayan kita tidak rugi sewa bus sehari.
Saya kesulitan
untuk cerita yang bab ini, dimulai dari mana saya harus berkata, ah begitulah
sebuah pantai yang tertanam pohon bakau rindang ada semak semak belukar
dibawahnya ada jalan setapak terbuat dari kayu pohon kelapa panjaaang banget
dibawahnya ombak kecil air laut terlihat ikan ikan didalam air itu seperti
aquarium raksasa airnya jernih indah mempesona.
Patung kuda raksasa
diarea wilaha menandakan probolinggo gagah berani dalam menggapai asa, teman
teman suka foto selfi di gembok cinta ratusan gembok tanpa kunci tergantung di
altar dinding dinding besi, saya terpanah pada gembok kecil warna kuning bentuk
ornamen hati bertuliskan, “Cintaku suci, disini aku dan kau mengikat janji”
---------------------------
Sekian
Salam takzim
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan di komentari yang sopan dan santun, komentar langsung muncul disini, pilih anonymous atau lainnya, oke