News Update!

Minggu, 14 April 2019

TPID & PETUALANGAN EVEREST


 Admin : Portal Sumbersuko 
-----------------------------------
Foto Gambar Ilustrasi

Alhamdulillah kegiatan Inovasi Desa (BID) tahun 2018 sudah berakhir sukses dan berjalan lancar tanpa halangan yang tak berarti, ini artinya berakhir pula kegiatan kami di tahun kemarin, kami dan seluruh jajaran TPID Kecamatan Gempol mengucapkan ribuan terima kasih kepada pihak pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, terima kasih kepada jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kab. Pasuruan Pak Munif, Pak Hanis, Pak Tomi, bu Prapti, Mas Reza. Terima kasih banyak kepada jajaran muspika kec Gempol, Pak Camat Ridwan, umik Titin, Mbak Yuniar, mas Wahyu, teman teman Pendamping Desa, Mas Eko, Mas Humaidi, Mbak rofiana, Mas Wawan, Mas Fauzi dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu,
Untuk tahun 2019 ini semoga bertambah sukses dan maju, hal ini kami serahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwenang, jajaran Muspika kec. Gempol dan Pendamping Desa. Meskipun semua anggota TPID adalah orang orang super sibuk, pebisnis, pendidikan dll. Harapan kami untuk kedepannya tetap lebih baik dalam menjalankan kegiatan Inovasi Desa.

Model pembelajaran seperti memang asing bagi saya, sehingga mengetahui hal hal yang belum pernah kami ketahui, komunikasi yang intens dengan para pendamping desa merupakan prinsip keberhasilan bagi kami sehingga kegiatan Inovasi berjalan lancar. Pemberian kelonggaran dalam mengelolah anggaran dana antara TPID dan Pendamping Desa adalah kunci utama dalam program inovasi. Mungkin di kecamatan lain banyak terjadi ketidak harmonisan antara TPID maupun stack holder yang ada, ini karena faktor kurangnya menguasai medan manajement, sehingga menimbulkan faktor kecemburuan sosial, yang terjadi dana habis sementara kegiatan belum kelar. Saya kira ini pelajaran yang baik untuk periode berikutnya. Kalau boleh saya usul, sebelum pengurus TPID terbentuk hendaknya muspika dan pendamping desa benar benar berunding siapa yang cocok untuk menjadi pengurus TPID, karena yang diperlukan hanya komunikasi intensif antara TPID dan pendamping Desa program Inovasi ini bisa berjalan, jika Pendamping Desa dan TPID tidak dalam satu kata, sudah dipastikan program akan berjalan belepotan, Syukur alhamdulillah di kec. Gempol antara TPID dan Pendamping Desa benar benar terjalin intensif sehingga semua tahapan berjalan dengan baik meskipun ada beberapa hal yang perlu dibenahi.

Saya selaku bendahara mewakili seluruh jajaran teman-teman TPID menyampaikan terima kasih sedalam dalamnya, untuk itu tidak lengkap rasanya jika tidak ada semacam review, kilas balik cerita tetang kegiatan TPID selama tahun 2018 di Kecamatan Gempol, sengaja saya buat sedikit puistis agar pembaca tidak merasa jenuh tapi itulah adanya sedikit romantis. Lebih santai kalau dibaca sambil ngopi, berikut kisahnya.
------------------------------------------


Waktu menunjukkan pukul 11 siang, beberapa pegawai Kecamatan berembuk untuk menentukan siapa saja pengurus TPID Kecamatan Gempol yang akan mengurusi kegiatan Inovasi Desa tahun 2018, tidak pernah terpintas dalam benak fikiran saya jika saat itu dipilih jadi Bendahara TPID, peristiwa itu adalah waktu MAD 1 yang dilaksanakan pada 17 Oktober 2017.

Beberapa waktu kemudian September 2018 dan hampir lupa di fikiran ini tentang program TPID, pada saat itu  pendamping desa memerintahkan untuk membuka rekening, membuat proposal, dan lain lain. semua anggota TPID Gempol adalah orang orang sibuk di bisnis masing-masing sehingga tidak ada waktu sedikitpun untuk mengikuti kegiatan kecuali rapat dan itupun hanya di ikuti beberapa orang.

Bulan Oktober 2018 sampai januari 2019 merupakan waktu yang membutuhkan ektra ketelitian dalam penggunaan dana anggaran, jika ada waktu 12 bulan, misalkan Januari di transfer kemudian bulan desember 2018 harus sudah habis dan MAD 2, saya kira ini akan lebih memberikan banyak waktu luang bagi teman teman TPID untuk melakukan berbagai Inovasi, tapi uniknya dana puluhan juta harus kita kelolah dan harus habis dalam waktu hampir kurang dari 2 bulan.

Semua Ini seperti petualangan Everest The Summit Of the God Dalam filmnya, diceritakan bahwa tahun 1996 ada sekelompok pendaki yang bertekad ingin naik ke puncak gunung Everest. Rob Hall (Jason Clarke) bertugas sebagai pemandu perjalanan ke puncak tertinggi gunung Everest lewat tour Adventure Consultans yang dibuat bersama teman-temannya.

Namun di tengah perjalanan, anggota yang dipimpin Rob justru mendapatkan tantangan besar yakni berperang dengan badai salju paling sengit yang pernah dihadapi oleh manusia. Mungkin ini cocok sebagai kiasan tantangan pengalaman kami.

Replikasi atau uji tiru kegiatan Inovasi merupakan acara yang paling mengesankan. tim sudah memesan bus untuk 30 orang peserta terdiri dari muspika kec. Gempol, Pendamping Desa, TPID, perangkat desa Winong dan Perangkat desa Legok, seragam TPID sudah dipesan 50 buah warnanya hitam pekat kesukaan teman-teman hitam melambangkan ketegasan, mandiri, sepi ing pamrih rame ing gawe, pepatah kuno sangat cocok buat teman2 TPID, seragam unik ini di bikin oleh mas Didik Kepulungan.
Terik sinar matahari belum nampak hawanya masih dingin, dengan rambut terurai tukang kebun itu menyapu halaman pendopo dari daun daun dan ranting kering pohon mangga yang berjatuhan tadi malam, teman teman sebagian sudah berkumpul di kecamatan untuk berangkat ke desa Pleret Pohjentrek. Menunggu teman yang belum datang disertai suara mobil lalu lalang, mereka ngumpul satu sama lain di pojok sana membahas hal yang benar benar penting untuk suksesnya acara inovasi.
“Mas ini nota busnya...” tutur mas Fauzi yang menghampiriku sambil menyodorkan nota.
“kurang berapa”?.. tanyaku. “kurang 2 juta..” jawabnya. ”ok”.
Datang lagi temen yang satunya
“Mas, ini banner harus di tempel di bus butuh uang untuk beli lakban”.. ok
“Mas, ini supir bus butuh energi.. extrajoss”? ya .. seratus cukup ya. jawabku
 Sebelum sempat beranjak kaki dari kursi kecil datang lagi teman saya yang satunya.
“Mas... acara ini kan sampai malam kasihan pak satpam kecamatan jaga motor teman-teman.. dikasih aja biasanya berapa gitu?.. “iya iya tak kasih” jawabku.

Anggaran-anggaran ini tidak bisa diprediksi sebelumnya, saya harus menyediakan segalanya agar acara sukses pada saatnya nanti, kami selalu koordinasi dengan teman-teman pendamping desa, saya akui soal kegiatan ini pedamping desa lebih tahu dari pada kami, saya terlalu loyal untuk soal uang, teman-teman senang jika saya yang mengelolah anggaran itu, karena setiap meminta saya kasih, tapi saya tetap koordinasi sama mas eko untuk setiap kebijakan pengeluaran anggaran, jadi ibarat kapal berlayar saya nahkodanya dan mas eko jadi juru rute menunjuk arah istilahnya pemegang kompas jika saya harus naik kepuncak everest yang mengantarkan tujuan kemana hingga sampai keatas puncak, indah dipandang kompak gumuyuh akur antar tim. Jadi tetap bahagia dan aman aman saja

Bus sudah datang teman-teman TPID bergegas naik. Saya bingung mau duduk sama siapa kursi semua pada full, lebih banyak orang orang yang tidak kukenal mereka adalah para perangkat desa legok dan Winong begitu gembiranya mereka wajah ceria semuanya ganteng ganteng cantik cantik, saya agak canggung mau menyapa mereka, saya paksakan senyum senyum sedikit untuk mereka biar terkesan suasana cair, “Alhamdulillah” di tengah sebelah kiri ada kursi masih kosong, di kursi depan ada mbak rofiana di sebelah kiri ada umik titin, kurebahkan tubuhku di situ saya sendirian untuk 2 kursi, tas kecil kutaruh disampingku seberkas map berisi daftar hadir dan transport teman2 sudah siap untuk diberikan pada saatnya sampai di lokasi. Bus mulai jalan kening kepalaku kusandarkan ke dinding kaca bus sambil melihat lihat indahnya jalanan di Gempol masuk bundaran nusa dua masuk tol yang beberapa tahun kemarin di resmikan pak Jokowi, jalannya mulus berliku-liku pak jokowi luar biasa bisa membangun ribuan jalan tol, gumamku dalam hati.

Sedikit terlelap tidur untuk menenangkan fikiran, menempuh perjalanan jaraknya tidak sampai 50 kilo ke desa Pleret Pohjentrek. Dibawah pohon sengon yang rindang bus sudah sampai dilokasi, kita selfi bersama sambil gebyarkan spanduk bertulisan “Studi Replikasi Bank Sampah Rumah tangga di Kampoeng Limo Pleret”. Kami di sambut seluruh tim dan jajaran Muspika dan TPID kec Pohjentrek, kami jalan sekitar 100 meter masuk gang rumah warga lokasi bersih sejuk dan asri sedikit berkelok saya foto foto lokasi, kami mulai masuk ruangan berukuran kurang lebih luasnya 9x8 meter, kenalan dengan teman baru, bu endang bendahara TPID,  bu peni Ketua TPID, bu anike Pendamping desa, seragamnya sama warna hitam Cuma disitu kain baju lengan panjang ¾ kelihatan stille nampak mempesona sekali dari wajah mereka, ternyata sebagian besar anggota TPID Kec. Pohjentrek perempuan ini luar biasa, saya baru sadar ketika bu anike cerita seperti itu mereka begitu kompak saling asah asih asuh.

Acara dimulai saya duduk paling belakang pojok sendiri, bu Endang membuka acara, Pak Kades Pleret memberi sambutan, bu Peni memberi materi tentang sistem dan tata cara pembentukan bank sampah rumah tangga,
Bu Peni bercerita panjang lebar, kami kelompok ibu ibu punya inisiatif untuk membersihkan sampah di kampong lima Pleret sebuah gang kecil nan asri disitulah komunitas bank sampah rumah angga terbentuk awalnya kami terdorong dengan adanya sampah yang berserakan di jalanan diselokan sanitasi air, kumuh kotor kami ingin agar kampung kami bersih indah terawat dan terhindar dari kuman penyakit, kami ingin memanfaatkan ibu ibu kelompok arisan dan PKK untuk bisa punya pekerjaan sambilan, setiap sampah kami pilah pilah bungkus sabun kami buat kreasi tas unik, bungkus kopi sashet kami buat dompet ada yang warna ungu, hijau hitam sesuai dengan kesamaan warna ada lem khusus untuk membuatnya, alhamdulillah sehingga berbagai kalangan komunitas juga sering berkunjung kesini. Awalnya kami tidak ada dana sama kali, kami patungan antar teman untuk membeli inventaris dan prasarananya, kami tidak dibayar untuk memulai ini, dan tidak ada orang yang membayar, pak haji tetangga sebelah yang membeli sampah kami merupakan satu satunya waktu itu mau membeli sampah, biaya pemilahan dari beliau.
“Monggo mas kopinya, ini kacang, ini ketela pohon”.. tawar bu anike pada saya, waktu itu bu anike duduknya persis disampingku
‘Iya terima kasih bu” jawabku
Sambil makan dan mendengarkan bu Peni cerita. Saya jadi teringat di Desa saya sendiri setahun yang lalu, teman-teman di desaku membentuk kelompok bank sampah bernama Adiyuta, perjalananya cukup panjang sehingga saya dijadikan ketuanya waktu itu, saya benar benar sibuk tidak punya banyak waktu, tapi apalah daya karena ini urgent benar benar harus jalan, pihak PT. Gudang Garam siap memfasilitasi semuanya, berkali kali kami berunding berdiskusi dengan pihak Gudang garam sudah sangat luar biasa, mereka kurang apa coba, pihak Gudang garam memberi fasilitasi semuanya, tembakau yang akan disortir juga ditawarkan ke kami untuk dikelolah, uang tunai, 2 buah tas besar berisi alat alat inventaris kantor, waktu itu saya yang menerima bantuannya dari pihak GG, denah dan desain kontruksi bangunan gudang bank sampah pihak Gudang Garam sudah menyiapkan, jika sudah jalan berapapun dana yang dibutuhkan akan dicairkan, Sumbersuko sudah sangat luar biasa besar dana yang di siapkan, Cuma semangat dan kekompakan yang kurang, budaya remaja di desa kami suka bekerja diperusahaan, saya benar benar tertegun bagaimana bank sampah kampong lima kec. Pohjentrek ini bisa berjalan hanya bermodalkan semangat tanpa uang, sedangkan di Desa saya sarana melimpah tapi secuilpun belum bisa jalan. Dalam pada itu saya tidak fokus mendengarkan bu Peni bercerita, fikiran saya berjalan sendiri ceramah sendiri dalam hati saya dengarkan dalam fikiranku sendiri melayang jauh keatas sana hingga tidak ingat lagi siapa orang orang yang berada di sekelilingku dalam ruangan itu. Orang orang saling bertanya kepada narasumber acara hampir lebih dari 3 jam semua peserta senang dan asyik diskusi panjang lebar, sementara saya hanya bisa merenungi atas kegagalan demi kegagalan bank sampah yang kami perjuangkan waktu itu.
Bu anike rupanya melihat raut mukaku ada yang berubah sedikit tegang mungkin, tapi saya berusaha untuk selalu fress tetap semangat seperti tidak ada apa-apa, toh seandainya saya menangis saya yakin bu anike tidak akan mengusap air mataku karena memang hal itu tidak akan terjadi dan tidak pernah aku inginkan karena aku adalah seorang laki laki.
“Semoga saja bank sampah di seluruh desa se kecamatan Gempol segera terbentuk”, doaku dalam hati.
Acara sudah selesai di tutup dengan doa teman teman sudah berhamburan keluar waktu mau pulang saya berjalan dipanggil
“Mas Adim ...!!!” ada suara seorang wanita itu memanggilku dari belakang.  Lalu aku toleh
“oh ya, ada apa?”.. jawabku
“Minta nomer hpnya”? pinta wanita itu..  “saya bu Endang bendahara TPID Pohjentrek” jawabnya dengan senyum manis.
Kami akhirnya bertukar nomor hp untuk saling koordinasi pembuatan SPJ pada saatnya nanti

Pukul 13.00 Wib kami beranjak dari lokasi, waktu masih panjang kita sewa bus 1 x 24 jam, sayang jika waktu terbuang Cuma Cuma, ada inisiatif muncul dari teman2 untuk refreshing, akhirnya diputuskan untuk tour ke BJBR Probolinggo, lokasinya lumayan dekat hanya beberapa kulo, lumayan kita tidak rugi sewa bus sehari.

Saya kesulitan untuk cerita yang bab ini, dimulai dari mana saya harus berkata, ah begitulah sebuah pantai yang tertanam pohon bakau rindang ada semak semak belukar dibawahnya ada jalan setapak terbuat dari kayu pohon kelapa panjaaang banget dibawahnya ombak kecil air laut terlihat ikan ikan didalam air itu seperti aquarium raksasa airnya jernih indah mempesona.
Patung kuda raksasa diarea wilaha menandakan probolinggo gagah berani dalam menggapai asa, teman teman suka foto selfi di gembok cinta ratusan gembok tanpa kunci tergantung di altar dinding dinding besi, saya terpanah pada gembok kecil warna kuning bentuk ornamen hati bertuliskan, “Cintaku suci, disini aku dan kau mengikat janji”
---------------------------
Sekian
Salam takzim


     

   


0 comments:

Posting Komentar

Silahkan di komentari yang sopan dan santun, komentar langsung muncul disini, pilih anonymous atau lainnya, oke