News Update!

Selasa, 28 Mei 2019

TARAWIH MAIYAH


Portal Sumbersuko :
Reportase Oleh: M. Masyhudi L.



Kegiatan rutin bulanan yang digelar teman-teman Jamaah Maiyah Sulthon Penanggungan (SP) Pasuruan yang bermarkas di Desa Sumbersuko kali ini mengambil tema TARAWIH MAIYAH.
Apa sih SP itu? Ini salah satu pertanyaan yang sering muncul lalu dijawab oleh yang tidak pernah hadir:
Ah, itu cuma kegiatan kumpulan.

Yang namanya kumpulan, ya sekedar ngobrol-ngobrol ngalor ngidul, tidak ada manfaatnya. Jauh sekali dengan pengajian, hehehe... Nanti deh, kita jelaskan soal SP diakhir tulisan ini.

Sabtu malam tanggal 25 Mei 2019, berlokasi di WAF Fotocopy lantai dua, acara berlangsung tidak seperti biasanya. Mengapa? Karena bersamaan dengan bulan Ramadhan yang tentu saja jika malam hari saling bersahutan suara tadarrus Al-Qur’an dari beberapa musholla dan masjid. Acara kita tunda satu jam sambil menunggu tadarrus selesai supaya suasana tetap khusyuk dan kita tetap bisa mendengarkan suara orang mengaji dari tempat lain.

Acara diiawali dengan membaca Al-Qur’an yang dilakukan oleh Cak Ari dari Kutorejo Pandaan dan Cak Taufiq sebagai tuan rumah. Lalu disambung dengan pembacaan sholawat diiringi para penabuh terbang secara spontan teman-teman dari Desa Kedungcangkring Kec. Jabon Sidoarjo. Suasana makin syahdu ketika sampai pada sholawat _Indal Qiyam_. Semua berdiri mencoba menghadirkan kanjeng nabi dalam atmosfer kerinduan masing-masing.


Setelah suasana khusyuk terbangun, acara dibuka oleh Cak Luthfi yang kali ini berperan sebagai moderator. Narasi awal yaitu berdasarkan prolog yang telah beredar sebelumnya yakni melihat kondisi Indonesia secara jernih tanpa terkontaminasi oleh istilah 01 / 02 atau bahkan yang lebih kejam dengan sebutan Cebong atau Kampret. Kenapa demikian? Karena di dalam maiyah diajarkan untuk selalu sebagai _Ummatan Wasathan_, masyarakat berkeseimbangan atau berposisi sebagai masyarakat di pertengahan, tidak memihak kanan atau kiri sehingga bisa menerima siapa saja dan diterima siapa saja.

Sebagai pemateri pertama, Cak Ari menyuguhkan kepada teman-teman untuk selalu mengenal dirinya supaya mempunyai keahlian tertentu dengan harapan bisa berdaulat atas keahlian yang dimilikinya. Cak Ari mengutip hadits:

ُمَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه
Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu, Barangsiapa mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya.

Berangkat dari hadits inilah Cak Ari mengelaborasi makna tarawih maiyah. Tarawih berasal dari kata tarwihah yang bermakna waktu sesaat untuk istirahat. Kenapa istirahat? Dalam maiyah sebenarnya tidak ada istilah istirahat sebab di dalam istirahat itu sendiri tetap beraktivitas untuk senantiasa menegakkan rakaat-rakaat panjang. Kata rakaat dapat kita temukan dalam shalat mulai dari takbir, ruku’, dan sujud. Dan itu semua merupakan bagian dari siklus kehidupan. Kenapa disebut rakaat panjang? Sebab kita tidak akan pernah tahu di mana titik akhir dari perjalanan hidup kita.

Memasuki session kedua, Cak Umar dari Panggungrejo Kota Pasuruan mencoba melihat tema diskusi dari sudut pandang kekinian. Sisi Politik, Demografi, dan Ekonomi dikupas secara jernih. Dengan materi powerpointnya, beliau membuka dengan 3 point materi:

1. Imperialis Modern
2. Kedaulatan Negara
3. Hubungannya Dengan Maiyah

Imperialis yang sekarang justru lebih halus aplikasinya melalui infiltrasi budaya, menyusup tanpa sadar ke relung hati pemuda Indonesia. Itu semata-mata dilakukan untuk penguasaan sumber-sumber ekonomi yang ada di NKRI ini. Satu-satu persatu sumber ekonomi lepas ke tangan asing tanpa kendali. Mulai dari perusahaan tambang, perkebunan, baja, sampai dunia perbankan. Kita seolah menjadi tamu di negeri sendiri.

Posisi demografi Indonesia yang berada di persilangan dunia, yaitu antara Laut China Selatan dan Samudera Indonesia serta antara Benua Asia dan Benua Australia menjadikan Indonesia incaran para imperialis untuk menguasainya.

Maka dibutuhkan kedaulatan untuk mempertahankannya. Analisis SWOT untuk mengenali potensi, peluang, kekuatan, dan ancaman mutlak diperlukan untuk identifikasi diri supaya kita berdaulat. Urusan berdaulat sudah diperkenalkan di dunia maiyah karena setiap orang bertanggungjawab atas dirinya sendiri.

Malam semakin larut, pembahasan makin menghangat. Cak Luthfi membuka sesi tanya jawab. Segera Cak Rachmat mengacungkan tangan untuk membuka pertanyaan soal sikap orang maiyah melihat kondisi negara pasca pemilu ini. Cak Ari dengan tangkas menjabarkan bahwa orang maiyah tetaplah bermaiyah sebagaimana biasanya. Yang terbiasa wirid silahkan istiqomah wirid. Yang passion-nya di lapangan, teruskan perjuangannya. Semua saling bersinergi membentuk daya yang saling menguatkan.

Beberapa pertanyaan lain termasuk juga tanggapan saling susul menyusul melengkapi setiap hal yang dibicarakan sehingga makin menambah keluasan dan kedalaman ilmu yang disajikan.

Di awal pergantian hari melewati tengah malam, Cak Luthfi meminta _volunteer_ (sukarelawan) untuk memimpin sholawat. Diinisiatifi Cak Sule, sholawat kali ini berjudul EMAN-EMAN dibawakan dengan riang gembira dimana isinya mengandung ajakan untuk berbuat kebaikan yang diiringi teman-teman penerbang dari Kedungcangkring.

Memasuki penghujung acara, Cak Luthfi meminta Cak Taufiq untuk memimpin doa yang diawali dengan doa _Khotmil Qur’an_ karena setiap 2 pekan sekali, teman-teman pegiat SP mengkhatamkan Al-Qur’an secara berjamaah. Lalu dilanjutkan membaca Wirid Padhang Mbulan dan Wirid Hasbunallah kemudian ditutup dengan doa yang diamini secara khusyuk oleh seluruh jamaah maiyah Sulthon Penanggungan.

Sebagian teman-teman menanti waktu sahur tiba sambil melanjutkan obrolan dengan membentuk lingkaran-lingkaran sebagaimana tawaran panitia di awal acara.

Menu Nasi Campur kombinasi telur rebus dan udang goreng ditemani teh hangat menjadi menu istimewa di pagi hari menjelang Shubuh itu.

SP yang selalu bergerak dalam kesunyian dan bekerja di kesenyapan berusaha terus menerus menebar kebaikan di luar acara rutin bulanannya.

Setelah sehari sebelumnya membersamai salah satu perusahaan di Sumbersuko untuk buka bersama dan berbagi santunan dengan menghadirkan 50 anak yatim dari empat desa: Sumbersuko, Wonosunyo, Sumbergedang, dan Kepulungan. Tiga desa pertama merupakan hasil gerilya teman-teman SP dengan menghadirkan 33 anak yatim, sisanya berasal dari Desa Kepulungan.

Selasa besok (28 Mei 2019), teman-teman SP juga akan menyelenggarakan agenda tahunan yakni membagikan 25 parcel kepada kaum dhuafa dan anak yatim di Desa Sumbersuko. Data kita dapatkan dari partisipasi masyarakat maupun perangkat dusun. Kita verifikasi untuk memastikan jumlah yang diberi parcel. Mereka tidak kita undang, melainkan teman-teman SP justru hadir ke rumah-rumah mereka sehingga mereka tidak perlu keluar rumah untuk menerima parcel.

Saat ini, SP juga sedang dimintai tolong perangkat Dusun Gondang Desa Kepulungan untuk menginisiasi acara halal bihalal dengan menghadirkan Mas Noe Letto dari Jogja dan Bupati Pasuruan pasca lebaran nanti. Setelah kita koordinasi baik dengan pihak Mas Noe maupun Bupati Pasuruan, telah didapatkan tanggal pelaksanaan acara yaitu Hari Kamis, 13 Juni 2019 di depan Masjid Baiturrohmah Gondang. Bahkan untuk urusan panggung, lighting, sound system serta backdrop, panitia menyerahkan sepenuhnya kepada teman-teman SP untuk mengerjakannya.

Acara dihelat sejak pagi dengan adanya festival makanan gratis di sepanjang jalan Dusun Gondang dan puncak acara di malam hari menghadirkan Mas Noe Letto putra sulung Emha Ainun Nadjib yang punya nama asli Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh berkolaborasi dengan Gus Irsyad Yusuf, Bupati Pasuruan diiringi Musik Sholawat Padhang Howo untuk menyemarakkan acara halal bihalal sekaligus peresmian renovasi masjid. Monggo bagi masyarakat yang luang waktunya, untuk hadir di acara tersebut.

*) Salah satu pegiat JM SP.

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan di komentari yang sopan dan santun, komentar langsung muncul disini, pilih anonymous atau lainnya, oke