Portal Sumbersuko :
Reportase Oleh:
M. Masyhudi L.
Kegiatan
rutin bulanan yang digelar teman-teman Jamaah Maiyah Sulthon Penanggungan (SP)
Pasuruan yang bermarkas di Desa Sumbersuko kali ini mengambil tema TARAWIH
MAIYAH.
Apa
sih SP itu? Ini salah satu pertanyaan yang sering muncul lalu dijawab oleh yang
tidak pernah hadir:
Ah,
itu cuma kegiatan kumpulan.
Yang
namanya kumpulan, ya sekedar ngobrol-ngobrol ngalor ngidul, tidak ada
manfaatnya. Jauh sekali dengan pengajian, hehehe... Nanti deh, kita jelaskan
soal SP diakhir tulisan ini.
Sabtu
malam tanggal 25 Mei 2019, berlokasi di WAF Fotocopy lantai dua, acara
berlangsung tidak seperti biasanya. Mengapa? Karena bersamaan dengan bulan
Ramadhan yang tentu saja jika malam hari saling bersahutan suara tadarrus Al-Qur’an
dari beberapa musholla dan masjid. Acara kita tunda satu jam sambil menunggu
tadarrus selesai supaya suasana tetap khusyuk dan kita tetap bisa mendengarkan
suara orang mengaji dari tempat lain.
Acara
diiawali dengan membaca Al-Qur’an yang dilakukan oleh Cak Ari dari Kutorejo
Pandaan dan Cak Taufiq sebagai tuan rumah. Lalu disambung dengan pembacaan
sholawat diiringi para penabuh terbang secara spontan teman-teman dari Desa
Kedungcangkring Kec. Jabon Sidoarjo. Suasana makin syahdu ketika sampai pada sholawat
_Indal Qiyam_. Semua berdiri mencoba menghadirkan kanjeng nabi dalam atmosfer
kerinduan masing-masing.
Setelah
suasana khusyuk terbangun, acara dibuka oleh Cak Luthfi yang kali ini berperan
sebagai moderator. Narasi awal yaitu berdasarkan prolog yang telah beredar
sebelumnya yakni melihat kondisi Indonesia secara jernih tanpa terkontaminasi
oleh istilah 01 / 02 atau bahkan yang lebih kejam dengan sebutan Cebong atau
Kampret. Kenapa demikian? Karena di dalam maiyah diajarkan untuk selalu sebagai
_Ummatan Wasathan_, masyarakat berkeseimbangan atau berposisi sebagai
masyarakat di pertengahan, tidak memihak kanan atau kiri sehingga bisa menerima
siapa saja dan diterima siapa saja.
Sebagai
pemateri pertama, Cak Ari menyuguhkan kepada teman-teman untuk selalu mengenal
dirinya supaya mempunyai keahlian tertentu dengan harapan bisa berdaulat atas
keahlian yang dimilikinya. Cak Ari mengutip hadits:
ُمَنْ
عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه
Man
'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu, Barangsiapa mengenal dirinya, maka akan
mengenal Tuhannya.
Berangkat
dari hadits inilah Cak Ari mengelaborasi makna tarawih maiyah. Tarawih berasal
dari kata tarwihah yang bermakna waktu sesaat untuk istirahat. Kenapa
istirahat? Dalam maiyah sebenarnya tidak ada istilah istirahat sebab di dalam
istirahat itu sendiri tetap beraktivitas untuk senantiasa menegakkan
rakaat-rakaat panjang. Kata rakaat dapat kita temukan dalam shalat mulai dari
takbir, ruku’, dan sujud. Dan itu semua merupakan bagian dari siklus kehidupan.
Kenapa disebut rakaat panjang? Sebab kita tidak akan pernah tahu di mana titik
akhir dari perjalanan hidup kita.
Memasuki
session kedua, Cak Umar dari Panggungrejo Kota Pasuruan mencoba melihat tema
diskusi dari sudut pandang kekinian. Sisi Politik, Demografi, dan Ekonomi dikupas
secara jernih. Dengan materi powerpointnya, beliau membuka dengan 3 point
materi:
1.
Imperialis Modern
2.
Kedaulatan Negara
3.
Hubungannya Dengan Maiyah
Imperialis
yang sekarang justru lebih halus aplikasinya melalui infiltrasi budaya,
menyusup tanpa sadar ke relung hati pemuda Indonesia. Itu semata-mata dilakukan
untuk penguasaan sumber-sumber ekonomi yang ada di NKRI ini. Satu-satu persatu
sumber ekonomi lepas ke tangan asing tanpa kendali. Mulai dari perusahaan
tambang, perkebunan, baja, sampai dunia perbankan. Kita seolah menjadi tamu di
negeri sendiri.
Posisi
demografi Indonesia yang berada di persilangan dunia, yaitu antara Laut China
Selatan dan Samudera Indonesia serta antara Benua Asia dan Benua Australia
menjadikan Indonesia incaran para imperialis untuk menguasainya.
Maka
dibutuhkan kedaulatan untuk mempertahankannya. Analisis SWOT untuk mengenali
potensi, peluang, kekuatan, dan ancaman mutlak diperlukan untuk identifikasi
diri supaya kita berdaulat. Urusan berdaulat sudah diperkenalkan di dunia
maiyah karena setiap orang bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
Malam
semakin larut, pembahasan makin menghangat. Cak Luthfi membuka sesi tanya
jawab. Segera Cak Rachmat mengacungkan tangan untuk membuka pertanyaan soal
sikap orang maiyah melihat kondisi negara pasca pemilu ini. Cak Ari dengan
tangkas menjabarkan bahwa orang maiyah tetaplah bermaiyah sebagaimana biasanya.
Yang terbiasa wirid silahkan istiqomah wirid. Yang passion-nya di lapangan,
teruskan perjuangannya. Semua saling bersinergi membentuk daya yang saling
menguatkan.
Beberapa
pertanyaan lain termasuk juga tanggapan saling susul menyusul melengkapi setiap
hal yang dibicarakan sehingga makin menambah keluasan dan kedalaman ilmu yang
disajikan.
Di
awal pergantian hari melewati tengah malam, Cak Luthfi meminta _volunteer_
(sukarelawan) untuk memimpin sholawat. Diinisiatifi Cak Sule, sholawat kali ini
berjudul EMAN-EMAN dibawakan dengan riang gembira dimana isinya mengandung
ajakan untuk berbuat kebaikan yang diiringi teman-teman penerbang dari
Kedungcangkring.
Memasuki
penghujung acara, Cak Luthfi meminta Cak Taufiq untuk memimpin doa yang diawali
dengan doa _Khotmil Qur’an_ karena setiap 2 pekan sekali, teman-teman pegiat SP
mengkhatamkan Al-Qur’an secara berjamaah. Lalu dilanjutkan membaca Wirid
Padhang Mbulan dan Wirid Hasbunallah kemudian ditutup dengan doa yang diamini
secara khusyuk oleh seluruh jamaah maiyah Sulthon Penanggungan.
Sebagian
teman-teman menanti waktu sahur tiba sambil melanjutkan obrolan dengan
membentuk lingkaran-lingkaran sebagaimana tawaran panitia di awal acara.
Menu
Nasi Campur kombinasi telur rebus dan udang goreng ditemani teh hangat menjadi
menu istimewa di pagi hari menjelang Shubuh itu.
SP
yang selalu bergerak dalam kesunyian dan bekerja di kesenyapan berusaha terus
menerus menebar kebaikan di luar acara rutin bulanannya.
Setelah
sehari sebelumnya membersamai salah satu perusahaan di Sumbersuko untuk buka
bersama dan berbagi santunan dengan menghadirkan 50 anak yatim dari empat desa:
Sumbersuko, Wonosunyo, Sumbergedang, dan Kepulungan. Tiga desa pertama
merupakan hasil gerilya teman-teman SP dengan menghadirkan 33 anak yatim,
sisanya berasal dari Desa Kepulungan.
Selasa
besok (28 Mei 2019), teman-teman SP juga akan menyelenggarakan agenda tahunan yakni
membagikan 25 parcel kepada kaum dhuafa dan anak yatim di Desa Sumbersuko. Data
kita dapatkan dari partisipasi masyarakat maupun perangkat dusun. Kita
verifikasi untuk memastikan jumlah yang diberi parcel. Mereka tidak kita
undang, melainkan teman-teman SP justru hadir ke rumah-rumah mereka sehingga
mereka tidak perlu keluar rumah untuk menerima parcel.
Saat
ini, SP juga sedang dimintai tolong perangkat Dusun Gondang Desa Kepulungan
untuk menginisiasi acara halal bihalal dengan menghadirkan Mas Noe Letto dari
Jogja dan Bupati Pasuruan pasca lebaran nanti. Setelah kita koordinasi baik
dengan pihak Mas Noe maupun Bupati Pasuruan, telah didapatkan tanggal
pelaksanaan acara yaitu Hari Kamis, 13 Juni 2019 di depan Masjid Baiturrohmah
Gondang. Bahkan untuk urusan panggung, lighting, sound system serta backdrop,
panitia menyerahkan sepenuhnya kepada teman-teman SP untuk mengerjakannya.
Acara
dihelat sejak pagi dengan adanya festival makanan gratis di sepanjang jalan
Dusun Gondang dan puncak acara di malam hari menghadirkan Mas Noe Letto putra
sulung Emha Ainun Nadjib yang punya nama asli Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh
berkolaborasi dengan Gus Irsyad Yusuf, Bupati Pasuruan diiringi Musik Sholawat
Padhang Howo untuk menyemarakkan acara halal bihalal sekaligus peresmian
renovasi masjid. Monggo bagi masyarakat yang luang waktunya, untuk hadir di
acara tersebut.
*) Salah
satu pegiat JM SP.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan di komentari yang sopan dan santun, komentar langsung muncul disini, pilih anonymous atau lainnya, oke